Pramoedya Ananta Toer

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Breaking

Loading...

Rabu, 26 September 2018

September 26, 2018

Cowok Suka Drama Korea, Salahkah?


(https://www.thesun.co.uk)

Drama Korea, siapa sih yang gatau drama yang berasal dari negri gingseng ini. Drama Korea mirip-miriplah kayak sinetron atau FTV di Indonesia, namun bedanya Indonesia lebih mentingin rating sedikit ketinggalan dari segi cinematographynya.

Drama Korea atau biasa disebut dengan akronim “drakor” rata-rata peminatnya adalah kaum wanita dengan range usia dari 5 tahun sampai tua hahahaha, bercanda. Biasanya yang menyukai drakor ini adalah anak remaja sampai ibu-ibu yang gabut.

Pokoknya drakor itu identik dengan ciwi-ciwi yang suka cowok ganteng, suka dengan segala yang berbau Korea, yang suka sedih, melankolis orangnya, dan biasanya selain suka drakor, dia juga pasti suka akan Kpop khususnya Boyband Korea xixixixixixi~.

Namun, bagaimana dengan laki-laki yang menyukai drama dari negri gingseng tersebut. Contohnya saya, cowok yang suka nontonin drakor dan sedikit suka dengan ciwi-ciwi pamer paha girlband asal korea. Sepertinya hanya 1 banding 1000 orang disetiap daerah wqwq.

Awal saya suka dengan drakor, dimulai dari emakq yang suka banget nonton drakor yang dulu ditayangin di indosiar ( kalo gak salah). Drakor yang pertama saya tonton yaitu a Jewel in the Palace atau sebutan tenarnya, Jang Geum. Drakor ini bercerita tentang seorang dokter atau tabib perempuan pertama dari Dinasti Joseon dan sangat seru ceritanya, sampai-sampai membuat saya pada waktu itu bercita-cita jadi dokter.

“Drakor itu tontonan cewek, kalau cowok yang nnton, banci berarti”, “isinya plastik semua gitu kenapa ditonton”, “mendingan lo nnton bokep bro dibandingkan drakor sampah”. Stigma tersebut lah yang saya sering dengar dan lihat ketika netijen maha benar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memandang drakor.

Stigma itu muncul karena Korea Selatan sebagai kiblat untuk orang-orang yang ingin melalakukan operasi plastik (oplas), pokoknya dunia kencatikan lah. Namun bukan hanya perempuan yang melakukannya, tetapi laki-laki turut ikut serta. Contohnya saja Boyband Korea yang sebagian besar membernya melakukan oplas. Maka dari itu cowo Korea dianggap lemah, banci, bisanya nari doang dsb. Mungkin yang menganggap gitu belum kenal Park Ji Sung atau Son Heung Min.

Atas dasar itulah yang membuat netijen metalhead khususnya di negri yang kita cintai ini bahwa yang suka Korea, apalagi cowok, itu banci, alay, dan lemah. Pokoknya meraka anti dengan hal-hal yang berbau korea. Dan selalu merasa kesukaan mereka yang benar dan yang suka Korea itu salah.

Baru-baru ini saya mendapat sebuah komentar dari seorang teman, yang secara tidak sengaja mengetahui saya suka drakor, dia bilang gini, “semoga kau kembali jalan yang benar”. Emang kenapa sih kalau cowok suka drakor? Salah ya?,  Sesuatu keanehan?, otomatis jadi banci?, saya masih kurang paham.

Padahal drakor menurut saya adalah suatu tontonan yang menarik untuk diikuti, karena pertama dari segi cinematography sangat ciamik (diakibatkan perkembangan dunia kamera yang sangat cepat di Korea), kedua ceritanya gak biasa atau out of the box lah, gak kayak sinetron Indonesia yang ngangkat cerita seperti Cinta Segitiga antar Aku, Kau, dan Kang Nasi Goreng atau Ibuku Ternyata adalah Bapaku juga (nah loh). Coba deh sekali kali nonton drakor tapi yang ratingnya bagus supaya kamu tau.

Kesukaan setiap orang pasti berbeda, janganlah saling menjelekan atau bahkan sampai menghina kesukaan orang lain. Coba deh berpikir lebih terbuka, jangan melihat sesuatu dari sisi jeleknya aja. Mau sampai kapan kita hanya menjadi bangsa nomor satu “penggunjing”. Lihat tuh negara Korea Selatan, teknologinya udah maju, bahkan sampai dunia perfilmannya. Pada jaman yang menuntut kita harus terus maju ini, kita juga harus meniru kemajuannya apalagi dunia perfilmannya dan oplasnya. Tunjukan bahwa Indonesia gak hanya bisa menggunjing tapi juga bisa bersaing, anjing!.

Written by kuroash7

September 26, 2018

Mahasiswa Umum yang dipandang Sebelah Mata(?)

(https://illuminatiwatcher.com)

Saya adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sebentar lagi berkutat di depan laptop dengan tujuan menyusun tulisan ilmiah yang tidak berguna digunakan sebagai syarat untuk lulus pada jenjang Strata 1. Selama saya kuliah, saya bisa dikatakan mahasiswa amfibi dimana berada diantara mahasiswa umum a.k.a biasa a.k.a MAUM dan mahasiswa organisasi yang pasif.

Konon katanya, dunia organisasi adalah suatu hal yang penting pada saat anda berkuliah. Jika tidak terlibat dalam organisasi berarti anda bukan mahasiswa sesungguhnya, mahasiswa yang gapeduli, mahasiswa yang tujuannya hanya mencari ijazah, mahasiswa lemah, bukan aktivis. Dan katanya juga, Organisasi itu penting karena pasti korporat-korporat di luar sana pasti mendahulukan orang yang mempunyai pengalaman organisasi. Hmmm iya kah?

Dari kacamata saya sebagai seorang penghuni lama kampus, Mahasiswa baru atau yang kita sering sebut MABA, berbondong-bondong mendaftar organisasi di dalam kampus. Ada yang niatnya memang mencari teman, mencari kekuasaan , mencari pacar, mencari tempat nongkrong saat waktu luang, dan mencari pengalaman organisasi seperti yang saya katakan diatas, karena mendengar bahwa korporat lebih suka pada anak organisasi.

Saya mengakui bahwa memang Organisasi itu penting untuk mengembangkan diri sampai menjadi terbiasa bekerja sama dengan orang lain atau dengan satu tim. Namun yang membuat saya sedikit tidak nyaman adalah pandangan dari mahasiswa yang terlibat organisasi atas MAUM. Mereka menganggap MAUM adalah anak-anak yang gapeduli dengan kampusnya, anak-anak yang gatau apa-apa.  Pokoknya Mahasiswa organisasi itu seperti tahu segalanya ketimbang MAUM.

Mahasiswa Organisasi "yang biasanya" seperti itu, karena menganggap mereka sering beradu argumentasi, sering berdiskusi, sering membedah buku, sering demo, lebih kritis. Namun pertanyaannya apakah MAUM tidak dapat melakukan itu semua?

Contohnya saja teman saya sebut saja BAMBANG. Dia merupakan mahasiswa yang tidak terlibat dalam organisasi apapun di kampus. Ketika dikelas, dia itu sangat kristis, selalu gemar bertanya, bahkan berani adu argumentasi dengan dosen. Saya tidak tahu apakah dia orang yang maniak buku, sangat cepat daya tangkapnya, atau bahkan seorang aktivis di luar kampus, namun tidak ada yang tahu.

Soal kemampuan itu relatif, tergantung kemampuan otak dan daya tangkap, ada yang cepat atau lambat. Dalam perkuliahan, pasti mahasiswa memilki perbedaan didalam menangkap ilmu dari penjelasan dosen, tergantung kemampuan otak masing-masing.

Bisa jadi para MAUM itu belajar organisasi di luar kampus seperti teman saya tadi, karena melihat suasana organisasi di dalam kampus itu membosankan, tidak akan berkembang, yang dibahas itu-itu saja, ketemu orang yang sama setiap hari, sampai kurang menantang karena kalau ga masalah duit paling clash antar organisasi. Maka dari itu mereka yang berlabel MAUM seperti apatis dengan kegiatan  di dalam kampus, karena di luar lebih menyenangkan *wallahualam.

Atau bisa juga mereka tidak bisa bergabung didalam organisasi karena banyak alasan yang menghalangi mereka. Seperti faktor rumah jauh, ada kerjaan diluar demi membayar uang kuliah, atau lain hal. Sama halnya seperti saya, karena faktor jarak rumah dan kampus yang cukup jauh, sehingga saya diawal semester memutuskan untuk tidak gabung dan menjadi anggota aktif.

Jadi menurut hemat saya, mahasiswa itu sebenarnya sama saja, janganlah membedakan kemampuan seseorang dengan mengklasifikasikan dia mahasiswa aktivis, dia mahasiswa organisasi banget, dia mahasiswa biasa a.k.a MAUM, dia mahasiswa yang Cuma bisa nongkrong, dsb. Karena kita sama sama mengejar impian di tempat yang sama, sama-sama menjadi generasi penerus bangsa, namun mungkin jalan yang kita tempuh sangatlah berbeda jauh. Sama halnya dengan jangan memandang sebelah mata orang yang dianggap boneka yang sekarang berubah menjadi orang, xixixixixi~

Written by kuroash7


Minggu, 16 September 2018

September 16, 2018

Karakter-karakter dosen a.k.a. penceramah di Universitas


(https://twitter.com/fayesprotacio)

Bagi seorang mahasiswa sebutan dosen tentu tidak asing, karena setiap hari pasti bertemu kalau masuk terus di kampus. Dosen adalah sebutan seorang pengajar di perguruan tinggi. Dia merupakan orang yang sangat berperan penting bagi mahasiswa untuk dapat lulus dari sebuah mata kuliah baik itu jenjang Diploma1 (D1) sampai Strata 3 (S3). Ibarat orang bermain drama tentu banyak peran yang dimainkan, begitu juga sama halnya dengan dosen, memiliki banyak peran atau karakter yang sengaja dimainkan atau bawaan sejak lahir xixixixi~. Dari pengamatan saya sebagai mahasiswa penghuni lama, ini adalah beberapa karakter dosen yang ada di kampus.

1   Dosen rasa guru SMA
Karakter dosen seperti ini kayaknya sangat jarang kamu temukan di setiap Universitas, jikalau ada pun paling cuman satu. Dosen ini seperti guru SMA yang mengejar ngejar kamu supaya kamu bisa lulus dari mata kuliahnya, namun mustahil juga sih karena pendirian dosen adalah “Kalau mau lulus, coba kejar saya HAHAHAHAHA”.

    Dosen baik hanya ke mahasiswi
Kamu akan banyak menemui karakter dosen seperti ini di Kampus manapun, ya manapun. Dosen model ini adalah dosen yang seketika berubah 360 derajat bila dihadapan mahasiswinya yang cantik doang. Pokoknya kamu yang menjadi mahasiswinya yang cantik doang akan mendapatkan perhatian yang lebih dan pastinya nilai yang bagus. Sialnya bagi kamu yang menjadi mahasiswa wkwkwkwkw.

    Dosen Killer
Karakter yang paling dibenci oleh mahasiswanya, bohong kalau dia tidak menjadi bahan gunjingan, olokan, ghibahan, pokoknya semua perkataan hina keluar dari mulut mahasiswanya, namun hanya berani ngomongin di belakangnya *astagfirullahaladzim. Bagaimana tidak dibenci mahasiswanya dosen model ini kalau tidak memberikan tugas yang amat sangat susah, dan juga untuk lulus dari mata kuliahnya perlu keringat darah atau benar-benar harus banting tulang sampai remuk, sangat susah pokoknya.

    Dosen Perfeksionis
Ya kamu gasalah baca, PERFEKSIONIS atau sempurna. Dosen ini memandang bahwa mahasiswanya itu adalah manusia-manusia lemah yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Apapun yang dia katakan itu benar, kalian para mahasiswanya itu SALAH, gak bener, bodoh, dan lain sebagainya. Bahkan jika kamu gak masuk kelas dia sekali, maka huruf E akan langsung otomatis muncul ke nilai akhir kamu, tanpa harus mengikuti UTS/UAS.

    Dosen baik macam malaikat
Ini adalah karakter dosen yang amat sangat dicintai mahasiswanya, pokoknya mahasiswa sangat senang apabila mendapat dosen seperti ini. Karena selain mata kuliah yang bisa dikatakan gampang untuk mendapatkan nilai A, asalkan kamu mengikuti segala perintah dia dan juga dia memiliki hak prerogatif macam presiden yang bisa menyulap nilaimu dari C ke A, WOW.

    Dosen Gaul
Karakter dosen yang humble, gaul, gak kaku dan bukan hubungan dosen dengan mahasiswa yang selalu tunduk, macam raja dengan rakyat jelata. Namun dosen ini bahkan bisa berteman dengan mahasiswanya dan biasa menggunakan “lu dan gw” sebagai bahasa sehari-harinya ketika mengajar. Ketika mahasiswanya ada masalah, dia akan mendengarkan dengan baik dan memberikan berbagai solusi. Dosen seperti ini adalah idaman bagi para mahasiswanya. Biasanya dia selalu mengguanakan style seperti anak muda pada umumnya, kelihatan kerenlah pokoknya.

Dosen Guyon
Humor tingkat tinggi atau bahkan levelnya setara dengan Sule, Tukul, atau Andre Taulany. Karakter dosen ini selalu menebar tawa atau melawak di setiap mengajar, karena dia berprinsip “hidup jangan terlalu serius, nanti cepat tua”. Namun kelemahan dari dosen seperti ini adalah mata kuliah yang dia ajarkan hanya sedikit yang masuk ke otak mahasiswa, karena kebanyakan guyon.

Sebernarnya masih banyak karakter dosen yang lainnya, namun kalau kebanyakan nanti kamu pusing mengingat-ngingat “dosenku masuk yang mana yaa?”. Sebagai mahasiswa kita harus legowo siapapun dosen yang kita dapatkan. Lagi pula merekalah yang menuntun kita menuju kesuksesan. Kita kan tidak tahu apakah karakter yang dia mainkan itu hanya sebagai semacam ujian bagi kita mahasiswa, untuk mengarungi Perguruan Tinggi atau memang karakter aslinya. Intinya apapun dosennya tetap pilihan kita banyak, gak hanya dua kayak tahun depan xixixixixi.


Written by Kuroash7