-----(SPOILER
ALERT)-----
“Bah, maafin Euis ya ….”
· Hayo ngaku, siapa yang kejer
nonton Keluarga Cemara?
· Hayo ngaku, siapa yang
pengen punya rumah di pedalaman setelah nonton Keluarga Cemara?
· Hayo ngaku, siapa yang
terus-terusan dengerin lagu Harta yang paling berharga adalah keluarga~ setelah nonton Keluarga Cemara?
· Terakhir nih, ngaku aja deh
yang tiba-tiba jatuh hati sama tokoh Euis dalam film Keluarga Cemara?
Tenang
sodara-sodara, gue pun demikian. Poin-poin di atas bukan sindiran kok,
melainkan yang gue rasain juga setelah nonton Keluarga Cemara. Nah, buat
artikel yang ditulis oleh Kontributor Molor satu ini. Gue nggak ngebahas
filmnya secara menyeluruh ataupun ngebedah dari deduktif ke induktif.
Karena
Mas Kuroash7, pemilik blog ini udah
pernah ngebahas filmnya secara menyeluruh dengan pembawaannya yang apik nan
berkesan. Jangan lupa di cek ripiu-nya sebelum lanjut baca ripiu versi gue.
Tapi,
kalo kalian ngeh dengan karakter tulisannya si Kontributor Molor alias gue. Gue
akan ngebahas satu tokoh yang menarik dari sebuah film lalu dikaitin dengan
peristiwa-peristiwa yang related sama kehidupan kita.
Kebetulan,
Kontributor Molor udah pernah ngebedah tokoh Milea dalam film Dilan ‘ngehe’ 1990.
Jadi, jangan lupa di cek juga ya artikel Neng Milea.
Teh Euis dan Gambaran Anak Pertama
Kejutan!
Iya, gue pribadi adalah anak pertama. Maka dari itu tokoh Euis ini istimewa
banget buat gue, selain ekhm cakep,
dia juga tokoh yang bener-bener bisa mewakili sifat dan tingkah laku anak
pertama.
Kok bisa?
Pertama, Euis diceritakan
sebagai perempuan yang memiliki potensi di bidang yang dia sukai (menari)
bahkan memiliki tekad besar untuk menggeluti hobinya tersebut. (Santai
saudara-saudara, Kontributor Molor gak suka nari kok, mungkin ini satu dari
beberapa hal yang membedakan gue dengan Euis) pengen banget disamain kayak Euis
yak gue wkwk.
Jangan
salah, ada satu kesamaan di sini yang mungkin juga dirasakan oleh beberapa anak
pertama lainnya, yaitu TEKAD BESAR dalam
menggeluti hal yang disuka. Gue pribadi suka nulis sejak duduk di bangku kelas
6 SD hingga detik ini masih gemar menulis dan memiliki tekad besar untuk bisa
nyetak buku secara komersil.
Mungkin,
gak cuman anak pertama aja sih yang punya sifat begitu. Tapi, karena di sini
konteksnya anak sulung. Gue seolah melihat tekad yang dipupuk oleh Euis ini
sangat amat besar.
Adanya
gairah dan semangat yang membara ketika dia menari, bisa memberikan persepsi
bahwa Euis, udah mewakili kita semua sebagai anak sulung di dalam film itu
lewat ‘keperkasaannya’ dalam mempertontonkan tekadnya.
Kedua, Euis itu Alpha Female. Dari tekadnya yang besar
melahirkan sisi pemimpin dia. Hal ini bisa dikulik lewat bagaimana pembawaan
Euis yang nggak ba-bi-bu waktu ngambil keputusan. Orangnya emang ketus kalo
moodnya berantakan, tetapi dia bisa multi-tasking dengan melaith adiknya menari
dan membantu Ibunya berjualan opak.
Tetapi,
sisi alpha-nya ini sering nggak di rem sehingga bertemu pada satu titik di mana
dia harus berdebat sengit dengan Abah. Nah, dari hal ini memunculkan poin Ketiga, yaitu keegoisan.
Mungkin
ya, buat lo yang punya kakak khususnya kakak pertama. Pasti deh dia orangnya
mau dimengerti terus, didengerin terus, dimanja terus. Nggak heran mereka
selalu dituruti permintaannya. (tenang gak semua anak sulung begitu kok wkwk~).
Nah
di sinilah pembeberannya. Euis itu egois, kita harus sepakat dengan ini.
Misalnya, kayak saat dia pengin bertemu sahabat-sahabatnya di kota padahal udah
dilarang Abah karena kondisi keluarganya yang lagi semrawut. Tapi dia tetep
nemuin walaupun pada akhirnya apes karena Euis telah tergantikan.
Lalu,
berulang kali menyesali keputusan Abah yang mengharuskan mereka pindah dari
kota ke desa. Emang sih semua orang butuh adaptasi apalagi dengan cobaan yang
berat. Pasti gak mudah bagi Euis mengingat umurnya yang masih belia pula.
Tapi
kurang lebih itu pernah gue rasain sebagai anak pertama. Di mana tingkat
keegoisan gue kadang berlebihan dan sering banget berdebat dengan orang tua,
khususnya bapak karena beliau paling gak suka kalo ada anaknya yang keluar dari
aturan main dan etiket yang udah kita sepakati bersama di rumah.
Gue
nggak bisa menilai diri sendiri tapi saat nonton film Keluarga Cemara dan
melihat sosok Euis ini. Seolah menjadi tamparan dan cerminan diri gue sebagai
anak pertama yang sering berbuat sesuka hati. Sehingga, film ini berhasil
membuat gue bertanya-tanya dalam hati “Oh
jadi gini toh, gambaran gue kalo lagi ngambek.”
Emang
sih pada dasarnya anak pertama memiliki privilege. Tapi bukan berarti lo bisa
bertindak semena-mena. Pokoknya gue bersyukur banget ada film Keluarga Cemara
ini yang mana bisa membuat gue berpikir dan menjadikannya bahan evaluasi diri
untuk menyambut masa depan. Anjay!
Keempat, last but not least.
Anak pertama dikenal sebagai anak loyal
dan penyayang. Hal ini bisa disaksikan lewat sosok Euis yang berani untuk
meminta maaf duluan atas kesalahannya, membela adiknya saat rumah mereka yang
di desa hendak dijual, dan menunjukan rasa setia kepada keluarganya dengan cara
nurut serta selalu berada di dekat keluarganya sewaktu-waktu mereka butuh Euis.
Tentunya,
sifat itu gak cuman ditemui dari anak sulung. Tapi, ada hal yang membedakan
mengapa sifat tersebut sangat berkesan apalagi ketika diperankan oleh Euis sebagai
calon pemangku takhta keluarga. Karena
anak pertama adalah panutan bagi adik-adiknya dan kelak menjadi gacoan buat
keluarganya.
Sederhananya
begitu. Bagaimana sosok Euis yang terlihat rapuh ternyata memberikan kita
banyak banget nilai moral terutama cerminan dan tamparan bagi anak sulung.
Ya,
kurang lebihnya mohon maap yak atas ripiu-nya. Pantengin terus artikel-artikel
lainnya. Dan jangan sungkan buat ngutarain komentar kalian di kolom yang telah tersedia
di bawah!
RATING KELUARGA CEMARA: 9.5/10
“Kalo
kita semua tanggung jawab Abah, Abah tanggung jawab siapa?” – Euis.
Written by Kontributor Molor
Written by Kontributor Molor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar