Pramoedya Ananta Toer

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Breaking

Loading...

Senin, 21 Januari 2019

Januari 21, 2019

Euis ‘Keluarga Cemara’ yang Ngasih Tamparan buat Anak Pertama


(Sumber gambar: Kompas.com)

-----(SPOILER ALERT)-----

“Bah, maafin Euis ya ….”

·       Hayo ngaku, siapa yang kejer nonton Keluarga Cemara?

·       Hayo ngaku, siapa yang pengen punya rumah di pedalaman setelah nonton Keluarga Cemara?

·       Hayo ngaku, siapa yang terus-terusan dengerin lagu Harta yang paling berharga adalah keluarga~ setelah nonton Keluarga Cemara?

·       Terakhir nih, ngaku aja deh yang tiba-tiba jatuh hati sama tokoh Euis dalam film Keluarga Cemara?

Tenang sodara-sodara, gue pun demikian. Poin-poin di atas bukan sindiran kok, melainkan yang gue rasain juga setelah nonton Keluarga Cemara. Nah, buat artikel yang ditulis oleh Kontributor Molor satu ini. Gue nggak ngebahas filmnya secara menyeluruh ataupun ngebedah dari deduktif ke induktif.

Karena Mas Kuroash7, pemilik blog ini udah pernah ngebahas filmnya secara menyeluruh dengan pembawaannya yang apik nan berkesan. Jangan lupa di cek ripiu-nya sebelum lanjut baca ripiu versi gue.

Tapi, kalo kalian ngeh dengan karakter tulisannya si Kontributor Molor alias gue. Gue akan ngebahas satu tokoh yang menarik dari sebuah film lalu dikaitin dengan peristiwa-peristiwa yang related sama kehidupan kita.

Kebetulan, Kontributor Molor udah pernah ngebedah tokoh Milea dalam film Dilan ‘ngehe’ 1990. Jadi, jangan lupa di cek juga ya artikel Neng Milea.

Teh Euis dan Gambaran Anak Pertama
Kejutan! Iya, gue pribadi adalah anak pertama. Maka dari itu tokoh Euis ini istimewa banget buat gue, selain ekhm cakep, dia juga tokoh yang bener-bener bisa mewakili sifat dan tingkah laku anak pertama.

Kok bisa?

Pertama, Euis diceritakan sebagai perempuan yang memiliki potensi di bidang yang dia sukai (menari) bahkan memiliki tekad besar untuk menggeluti hobinya tersebut. (Santai saudara-saudara, Kontributor Molor gak suka nari kok, mungkin ini satu dari beberapa hal yang membedakan gue dengan Euis) pengen banget disamain kayak Euis yak gue wkwk.

Jangan salah, ada satu kesamaan di sini yang mungkin juga dirasakan oleh beberapa anak pertama lainnya, yaitu TEKAD BESAR dalam menggeluti hal yang disuka. Gue pribadi suka nulis sejak duduk di bangku kelas 6 SD hingga detik ini masih gemar menulis dan memiliki tekad besar untuk bisa nyetak buku secara komersil.

Mungkin, gak cuman anak pertama aja sih yang punya sifat begitu. Tapi, karena di sini konteksnya anak sulung. Gue seolah melihat tekad yang dipupuk oleh Euis ini sangat amat besar.

Adanya gairah dan semangat yang membara ketika dia menari, bisa memberikan persepsi bahwa Euis, udah mewakili kita semua sebagai anak sulung di dalam film itu lewat ‘keperkasaannya’ dalam mempertontonkan tekadnya.

Kedua, Euis itu Alpha Female. Dari tekadnya yang besar melahirkan sisi pemimpin dia. Hal ini bisa dikulik lewat bagaimana pembawaan Euis yang nggak ba-bi-bu waktu ngambil keputusan. Orangnya emang ketus kalo moodnya berantakan, tetapi dia bisa multi-tasking dengan melaith adiknya menari dan membantu Ibunya berjualan opak.

Tetapi, sisi alpha-nya ini sering nggak di rem sehingga bertemu pada satu titik di mana dia harus berdebat sengit dengan Abah. Nah, dari hal ini memunculkan poin Ketiga, yaitu keegoisan.

Mungkin ya, buat lo yang punya kakak khususnya kakak pertama. Pasti deh dia orangnya mau dimengerti terus, didengerin terus, dimanja terus. Nggak heran mereka selalu dituruti permintaannya. (tenang gak semua anak sulung begitu kok wkwk~).

Nah di sinilah pembeberannya. Euis itu egois, kita harus sepakat dengan ini. Misalnya, kayak saat dia pengin bertemu sahabat-sahabatnya di kota padahal udah dilarang Abah karena kondisi keluarganya yang lagi semrawut. Tapi dia tetep nemuin walaupun pada akhirnya apes karena Euis telah tergantikan.

Lalu, berulang kali menyesali keputusan Abah yang mengharuskan mereka pindah dari kota ke desa. Emang sih semua orang butuh adaptasi apalagi dengan cobaan yang berat. Pasti gak mudah bagi Euis mengingat umurnya yang masih belia pula.

Tapi kurang lebih itu pernah gue rasain sebagai anak pertama. Di mana tingkat keegoisan gue kadang berlebihan dan sering banget berdebat dengan orang tua, khususnya bapak karena beliau paling gak suka kalo ada anaknya yang keluar dari aturan main dan etiket yang udah kita sepakati bersama di rumah.

Gue nggak bisa menilai diri sendiri tapi saat nonton film Keluarga Cemara dan melihat sosok Euis ini. Seolah menjadi tamparan dan cerminan diri gue sebagai anak pertama yang sering berbuat sesuka hati. Sehingga, film ini berhasil membuat gue bertanya-tanya dalam hati “Oh jadi gini toh, gambaran gue kalo lagi ngambek.”

Emang sih pada dasarnya anak pertama memiliki privilege. Tapi bukan berarti lo bisa bertindak semena-mena. Pokoknya gue bersyukur banget ada film Keluarga Cemara ini yang mana bisa membuat gue berpikir dan menjadikannya bahan evaluasi diri untuk menyambut masa depan. Anjay!

Keempat, last but not least. Anak pertama dikenal sebagai anak loyal dan penyayang. Hal ini bisa disaksikan lewat sosok Euis yang berani untuk meminta maaf duluan atas kesalahannya, membela adiknya saat rumah mereka yang di desa hendak dijual, dan menunjukan rasa setia kepada keluarganya dengan cara nurut serta selalu berada di dekat keluarganya sewaktu-waktu mereka butuh Euis.

Tentunya, sifat itu gak cuman ditemui dari anak sulung. Tapi, ada hal yang membedakan mengapa sifat tersebut sangat berkesan apalagi ketika diperankan oleh Euis sebagai calon pemangku takhta keluarga. Karena anak pertama adalah panutan bagi adik-adiknya dan kelak menjadi gacoan buat keluarganya.

Sederhananya begitu. Bagaimana sosok Euis yang terlihat rapuh ternyata memberikan kita banyak banget nilai moral terutama cerminan dan tamparan bagi anak sulung.

Ya, kurang lebihnya mohon maap yak atas ripiu-nya. Pantengin terus artikel-artikel lainnya. Dan jangan sungkan buat ngutarain komentar kalian di kolom yang telah tersedia di bawah!



RATING KELUARGA CEMARA: 9.5/10

“Kalo kita semua tanggung jawab Abah, Abah tanggung jawab siapa?” – Euis.

Written by Kontributor Molor

Selasa, 08 Januari 2019

Januari 08, 2019

Keluarga Cemara, Mengaduk-aduk Emosi!

(google.com)

Keluarga Cemara adalah sebuah sinetron yang diangkat dari novel cerita anak-anak dengan judul yang sama yang tulis oleh Arswendo Atmowiloto. Ditayangkan pada tanggal 3 Mei 1996 hingga tamat pada tanggal 29 Februari 2005. Sinetron ini pada awal penayangannya ditayangkan RCTI pada tahun 1996-2002 kemudian pindah ke TV7 pada tahun 2004-2005. Pemeran utama sinetron ini antara lain Novia KolopakingLia WarokaAdi Kurdi, dan Ceria HD. Diproduksi oleh Atmo Productions.

Siapa sih yang gak tau Keluarga Cemara?, gua yakin lo semua pasti tau sinetron ini. Apalagi kalo mendengar kalimat harta yang paling berharga adalah keluarga.” Bercerita tentang sebuah keluarga yang jatuh miskin karena terkena penipuan dan seluruh hartanya disita oleh pengadilan. Karakter-karakter di Sinetron ini ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Oke, pasti lo udah taulah bagaimana jalan cerita sinetron yang ikonik ini.

Disini gw akan memberikan penilaian atau bisa dikatakan memberikan review gua tentang film Keluarga Cemara 2018, yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan oleh banyak orang.

---------- SPOILER ALERT ------------

Tulisan ini sedikit spoiler, tapi Cuma dikit, gak banyak. Biar seperti tulisan-tulisan gua sebelumnya, yang tidak ingin ada keributan gara-gara gua nge-spoilerin. Oke langsung kita mulai.

Gua datang ke bioskop dengan hanya berbekal pengetahuan akan kalimat harta yang paling berharga adalah keluarga.” Asli, gua belom pernah nonton, dan gak tau sama sekali bagaimana cerita Keluarga Cemara.

Ketika layar bioskop memantulkan sinar proyektor, lalu menampilkan scene pembuka berupa animasi gambar bocah, yang isinya orang-orang dibalik film ini.  Gua kaget plus merinding.  Gimana gak merinding, karena gua baru tau, kalo Sutradaranya adalah Yandy Laurens.  Njirrr gua masih merinding, Yandy Laurens coyyyy. Karyanya nih orang ajip semua, suer deh kalo lo belum tau siapa dia, langsung cari tau! Gak akan nyesel lo.

Asli otak gua bilang, film ini akan keren, serius akan keren!

Keluarga Cemara ini hampir keseluruhan ceritanya tidak keluar dari koridor sinetronnya. Cuma hanya ada beberapa scene yang disesuaikan dengan zaman sekarang. Seperti abah yang jadi driver Go-Jek.

Untuk lo yang belum tau, bang Yandy ini sangat pintar menaruh iklan pada sebuah cerita. Dari film-film sebelumnya, dia menyulap iklan menjadi satu bagian yang penting dalam sebuah cerita. Contohnya dalam film pendek karyanya yaitu Mengakhiri Cinta dalam 3 Episode. Di dalam film ini dia bekerja sama dengan salah satu merek mobil ternama, dan mengiklankannya dengan sangat alus, seperti tidak ada iklan saja.

Berbicara dari segi sinematografi, film ini melakukannya dengan sangat bagus. Pokoknya kalau dinahkodai Yandy Laurens, bakal ajip deh. Permainan warna yang bagus dan transisi video yang ciamik membuat film ini juara!. Satu kata aja, orang-orang dibalik film ini “AJIP”. Pemilihan lagu pun, Yandy Laurens JUARANYA!, gua gatau apa aja judulnya, tapi kebanyakan lagu indie, khas banget!.

Oke kalo berbicara dari konflik cerita, film ini padat akan konflik yang membuat film dengan durasi hampir dua (2) jam ini, GAK BERASA! Karena saking bagusnya. Film ini gak melulu tentang kesedihan, ada senangnya dan kocaknya, apalagi si Romli dan Ceu Salma yang membuat ruangan bioskop terasa hangat dan penuh dengan tawa.

Untuk karakter dalam film ini, semuanya pantas mendapatkan Piala Citra! Bagaimana tidak, semuanya berhasil dalam memerankan dan membangun karakter masing-masing. Standing Applause buat mbak Nirina Zubir, lo gak ada duanya mbak!. Karakter Abah oleh Ringgo pun ngeri. Untuk Euis, ZaraJKT48 walaupun masih aktris baru, tapi aktingnya sangat bagus. Dannnn untuk si kecil Ara yang diperankan oleh Widuri Sasono, LUCUUU BANGET, emang ga salah gen kamu nak, hahahaha.

Dapat gue bilang, film ini adalah juaranya tahun 2019!. Gua yakin, perfilman Indonesia akan bisa maju di tahun 2019 ini.

Untuk lo yang belom nonton, cepetan nonton, sayang banget kalo lo ngelewatin film bagus ini. Film ini enak untuk ditonton bersama keluarga bahkan bagi dua sejoli yang akan membangun rumah tangga. Banyak pelajaran yang bisa diambil dan lo akan sangat bersyukur kepada apa yang lo punya saat ini.

Akhir Kata, Harta yang Paling Berharga, Adalah



KELUARGA!

RATE PRIBADI 10/10

Written by kuroash7

Selasa, 18 Desember 2018

Desember 18, 2018

Generasi Millennial? Sebenarnya kita masuk yang mana sih?


(google.com)

Lo tau gak Generasi Millennial? Sebutan yang sangat nge-tren di akhir-akhir ini. Dimana-mana pasti ngomong “kita sebagai generasi Millennial,” “tantangan bagi Millennials,” dsb. Generasi Millennial disebutkan bahwa generasi yang sedang memegang era digital, karena merekalah yang paling mengerti dan sedang menghadapi gempuran dari revolusi 4.0. Tapi, apakah sebutan Millennials sudah tepat? atau keliru? Coba kita kupas.

Sebutan-sebutan generasi ini ternyata memiliki Teori!, asli, gua juga baru tau belom lama ini. Jadi sebutan ini gak ASBUN (Asal Bunyi), karena teori tentang generasi ini dicetuskan oleh Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall, Penguin, (2004). Beliau-beliau ini, membagi menjadi 5 generasi, yaitu Generasi Baby Boomer (1946-1964), Generasi X (1965-1980), Generasi Y (1981-1994) atau generasi millennial, Generasi Z (1995-2010) DAN Generasi Terakhir yaitu Alpha (2011-2025).

Coba gw disini akan mengupas satu-persatu supaya jelas dan bisa dimengerti.

   1) Generasi Baby Boomer (1946-1964)
Generasi ini sesuai dengan namanya, meledaknya angka kelahiran bayi. Karena lahir saat kelarnya WorldWar2. Konon, orang tua pada zaman itu lagi gencar-gencarnya ingin memiliki keturunan. Nah jadi inilah generasi tertua, seperti kakek kita, abah kita, ayah atau ibu kita mungkin. Pokoknya generasi ini pengalaman hidupnya banyak deh, kita harus terus meminta wejangan ke generasi ini haha.

   2) Generasi X (1965-1980)
Adalah generasi setelah Baby Boomer, dimana generasi yang pertama kali merasakan Komputer,VideoGames, dan penyimpanan yang sangat legendaris yaitu floopyDisk. Kebanyakan dari generasi ini adalah orang tua kita saat ini, sudah diatas kepala 3 deh pokoknya.

   3) Generasi Y atau Generasi Millennial (1981-1994)
Nah ini dia, generasi yang sedang memegang puncak kekuasaan pada zaman ini atau revolusi 4.0 ini. Generasi Millennial adalah generasi yang sudah agak enak, karena sudah bisa merasakan telepon pintar, internet dengan mudah, email, sms, pokoknya udah agak canggih!. Dan merupakan awal mula generasi NUNDUK!.

   4) Generasi Z (1995-2010)
Belum tampak dan belum heboh kayaknya. Generasi Z ini sangat kasian haha, karena seperti tidak dianggap. Generasi ini dipukul rata jadi Millennials. Tapi generasi ini lah yang seharusnya didapuk menjadi Raja 4.0 karena rata-rata lahir pada saat teknologi sudah sangat maju. Mereka tidak merasakan mengirim surat manual bahkan sepertinya tidak membeli pulsa untuk SMS pacarnya haha.

   5) Generasi Alpha (2011-2025)
Agak asing nih sebutan. Karena Abjad XYZ udah abis, yaa mau gimana lagi wkwk. Generasi yang memegang Masa Depan nanti. Yang semuanya sudah pake robot, mobil melayang, bahkan mungkin seperti semua yang digambarkan film-film masa depan. Generasi ini gak perlu takut, karena di Indonesia masih ada 5 tahun lagi sebelum 2030 HAHAHAHAHAHA.


Nah coba, lo masuk millenial atau bukan?, jadi jangan ngaku-ngaku Millennial deh kalo lo kelahiran tahun 95 ke bawah. HAHAHAAHAHAHA. Sebenarnya, apapun sebutannya tetap minumnya Teh Botol..ehh salah, pokoknya apapun generasinya kita harus bisa membangun bangsa dan memajukan bangsa ini, bahkan dunia!.

Namun ini merupakan tulisan yang merujuk pada Teori Generasi yang dicetuskan oleh si Empunya. Sebetulnya banyak pendapat-pendapat lain, yang berbeda dalam klasifikasi tahun kelahiran. Si penulis sukanya pada teori sih, gak mau asal-asalan. hehe.

written by kuroash7





Rabu, 28 November 2018

November 28, 2018

Ralph Breaks The Internet: Tidak Sebagus yang Pertama!


(google.com)

Siapa sih yang gatau film yang mengambil latar game Dingdong satu ini?. Wreck it Ralph adalah sebuah film yang mengadaptasi karakter sebuah game Dingdong tahun 80'an, bernama Fix It Felix Jr dan berbagai game Dingdong lainnya. Ralph sebagai salah satu peran utama dalam film ini adalah karakter antagonis dalam gamenya.

Film ini rilis pada tahun 2012 dan yaa bisa dibilang sangat laris manis. Karena mempunyai cerita yang menarik dan animasi yang sangat ciamik, pada tahun itu. Oke, mungkin kalian sebagai pecinta film pasti tau alur ceritanya yang mengisahkan Vanellope dari game Sugar Rush dan tentunya Ralph.

Namun, paragraf di atas tadi adalah pengantar saja biar tulisan ini sedikit berisi-lah haha. Disini gw akan mereview film keduanya yang bertajuk Ralph Breaks The Internet! ya memang buat masalah terus ini si Ralph.

----Spoiler Alert----

Diperingatkan untuk yang belum nonton, untuk baca terus ripiu gw satu ini, yaaa.. karena emang gabakal gw spoiler-in! gaenak cuy dispoiler-in. Oke Lanjut

FILM INI GASEBAGUS YANG PERTAMA!
Yaa, lu gasalah baca! emang ga sebagus film pertama (no offense!). Gw memakai diksi ini, ya karena gw ga bilang film ini ga seru, garis bawahi, gue ga bilang "GA SERU". Masih seru kok.

Agar ga dikatain, "yah agj lo jangan ngasih tau dong ceritanya, ntar gw gaseru pas nonton," gw rasa di ripiu ini, gw akan cerita sedikit aja atau bisa dibilang hanya kasih gambaran sitik ae.

Film yang kedua ini, mengambil tema internet. Karena memang benar dunia kita sekarang ini gabisa-lah lepas dari yang namanya internet. Mau lu boker sampai mata lo yang tinggal lima watt, lo pasti masih menggunakan internet.

Film ini keseluruhan menceritakan tentang hubungan Ralph dan si lucu, Vanellope. Konfliknya seputar kedua karakter tersebut, tapi tentunya dengan bantuan para penghuni Game, karakter Disney, Warganet, Pop-up, Virus, Pesawat StarWars, ALM Stan Lee, Media Sosial, E-Commerce, tentunya tempat Dingdong Mr. Litwak dan masih banyak lagi.

Bisa gw katakan, film ini sebenarnyaa seru. Tapi gw gak menikmatinya. Hanya beberapa part aja yang bikin gw takjub. Salah satunyaa.... ah jangan deh ntar gw disemprot hahah. Pokoknya beda banget sama yang pertama yang sangat amat seru dan sampai membuat gw merasa itu film cepat banget abisnya :'(.

Namun jangan sedih dulu, film ini tetap seru kok, karena analoginya tentang dunia internet, itu ciamik banget. Kayak misalnya, penggambaran Twitter. Jadi, Twitter digambarkan dengan burung-burung biru yang hinggap di sebuah pohon yang sangat besar dan tinggi, lalu burung-burung tersebut saling berkicau dengan berbagai kontennya.

Part yang paling gw suka yaitu, pas ke webnya Disney yang penuh dengan Princess, dari Putri Salju sampai Moana, pokoknya lengkap!. Asli gw sangat menikmati setiap peran seluruh Princess ini di Wreck It Ralph 2.

Dannnn jangan melupakan Shank alias Gal Gadot! dari game Slaughter Race (game oniline). Gila si Shank ini mirip banget kayak karakter mbak Wonder Woman, penuh ketegasan tapi cakep hehe, cuma bedanya di film ini doi jago banget ngendarain mobil dan megang persneling.

Overall gue bilang film ini tetap seru, tapi gasebagus yang pertama. Kalo mau nonton jangan lupa ajak pacarnya atau adeknya, biar gamalu, karena kebanyakan ga ada yang sendiri hahahaha. Trus jangan beranjak dulu dari kursi, karena ada special performance from Payung Teduh dengan "Sebuah Lagu" dan ada post credit yang kocak!


RATE 7/10


Written by kuroash7

Rabu, 17 Oktober 2018

Oktober 17, 2018

Bangkrutnya Telltale Game, The Walking Dead: Season Finale Game Dapat ‘Pacar’ Baru yang Lebih Baik, Kah?


(GameRevolution.com)
Krisis itu mengerikan kalo nggak bisa dirasakan kehadirannya. Krisis dapat bermuara menuju kehancuran, seperti kisah-kisah zombi pada umumnya yang mengambil premis zombi disangkut pautkan dengan kiamat sampai ambisi manusia dalam melakukan penelitian yang bertentangan dengan hukum alam.

Stop! Di situ aja paragraf awalnya nggak mau bertele-tele (nanti diomelin sama pemiliki blog-nya), ngomong-ngomong soal zombi pasti kita nggak asing dengan The Walking Dead. Sebuah budaya pop yang hadir untuk memuaskan dahaga pecinta serial tv yang diadaptasi langsung dari komik bernuansa gore.

The Walking Dead (selanjutnya akan disingkat TWD) boleh dikatakan menjadi corong kisah zombi yang mengedepankan drama kehidupan manusia ‘saja’ pasca virus misterius menimpa makhluk hidup di bumi. Tidak seperti kebanyakan film zombi yang memfokuskan jalan cerita action seperti Reisdent Evil dan comedy misalnya Zombieland. TWD seolah menjadi suksesor dari film zombi dengan premis sama, yakni Dawn of the Dead (1978 & 2004 re-make) namun dibentuk sebaik mungkin dalam serial televisi.

Tak hanya sampai situ, euphoria berlanjut ke dunia game di mana pada tahun 2012 kisah yang diadaptasi persis seperti versi komiknya ini dapat dinikmati dalam permainan konsol maupun PC.

Siapa sih Game The Waking Dead ini?

TWD tuh sebenernya permainan yang nggak jauh berbeda sama apa yang diceritain pada serial tv dan komik (kalo ada yang baca). Cuman secara pandangan subjektif gue dan resensi-resensi yang ada, argumentasi bahwa TWD versi game itu jauh lebih baik secara narasi dan feel ambience yang dibangun ketimbang serial tv-nya. Termasuk Pewdiepie orang yang berani ber-statement demikian.
Miris? Ya, nggak lah!

Justru ini pertanda baik karena jarang banget ada orang mau setia ngikutin alur game. Sering banget kalo nggak cocok sama selera ditinggalin gitu aja di tengah jalan. Sama aja kayak lo udah capek-capek dapetin ‘dia’ terus lagi berproses untuk menerima kekurangan satu sama lain, eh, ditinggalin gitu aja.

Analogi tadi baru mirirs!

Intinya, TWD versi game itu bisa mengaduk emosi lo (sumpah gw nangis waktu main permainan ini) terutama season 1 dan 2 (season 3 so-so lah). Perasaan dan suasana yang dibangun apik banget dan nggak ngebosenin. Drama gokil diapdu dengan percakapan intens membuat TWD adalah permainan yang harus lo mainin sebelum mati.

Tokoh penting pada permainan TWD antara lain, Lee dan Clementine. Sisanya, pemeran pembantu walaupun ada nilai minus dari permainan ini. Dimana, pemeran-pemeran pembantu itu seolah nggak konsisten dalam cerita TWD versi game, hal ini bisa dilihat dengan terlalu banyaknya tokoh yang muncul dan mati terlalu cepat.

Peraturan game ini sih katanya “Tiap keputusan memengaruhi kelanjutan cerita, buatlah keputusan yang bijak” bullshit! Tapi, nggak seratus persen omong kosong sih. Pokoknya lo harus main untuk merasakan drama intens itu.

Tapi …
Duduk Perkara versi Kontributor MOLOR!

Gini, bukannya bermaksud ngebuat lo kecewa dengan hal-hal menggiurkan yang udah gw ceritain agar kalian mau main game ini. Tapi, studio yang bertanggung jawab penuh dalam menggarap dan menuntaskan kisah TWD season 4 atau lebih dikenal sebagai season finale, bangkrut!
Ya, Telltale Games bangkrut!

Kenapa?
Dilansir dari twitter resmi mereka (@telltalegames), bangkrutnya telltale karena para karyawan yang bekerja di sana meninggalkan kantor secara masal akibat permasalahan gaji yang tak kunjung turun dan tak jelas gimana urusannya.

Kasus ini aneh buat gw—aneh banget, logikanya, telltale punya banyak peminat dalam permainan-permainan yang mereka produksi. Contohnya TWD dan The Wolf Among Us. Secara matematis, Telltale  meraup banyak keuntungan karena fans dari kedua permainan yang barusan gw sebut itu banyak banget.

Bahkan fans setia permainan TWD udah ­pre-order ­jauh sebelum jatuh rilis. Begitupun penggarapan season baru bagi The Wolf Among Us. GILA! Gw salah satu yang kecewa atas apa yang terjadi dengan Telltale karena gw udah pernah ngeluarin lembaran kertas BI buat beli game TWD. Gw yakin penggemar TWD bukan cuman gw doang, kita ngomongin dari aspek seluruh dunia!

Tapi nasi udah jadi bubur. Telltale nggak bisa menyelesaikan krisis mereka bahkan untuk mengendus bau krisis sebelum itu terjadi nggak maksimal.

(Analisis Gw) Sebenernya Gini …

Kalo boleh jujur Telltale itu nggak sesempurna yang gw atau kalian pikirkan. Layaknya studio atau kantor pada umumnya, pasti dong nggak selalu game yang mereka garap memiliki konsistensi baik ataupun cerita yang berkelas.

Banyak—banyaaaaakkkk banget game produksi telltale yang secara harfiah ‘norak’. Misalnya, Jurassic Park: The Game, Minecraft: Story Mode dan Game of Thrones. Sebenernya masih ada beberapa tapi gw kasih tiga contoh aja.

Ketiga cerita di atas buat gw pribadi yang udah pernah merasakan kesan pertama in-game. Wah, anjing, kacrut parah!

Mereka nekat ngambil Jurassic Park yang secara harfiah merupakan karya budaya pop dengan novel dan film (kecuali Jurassic Park 3 karena aneh ceritanya) mendapat rating dan kesan baik bagi pemirsanya.

Lalu, Game of Thrones yang secara industri berhasil baik novel maupun serial tv-nya. Tetapi saat Telltale mencoba untuk mengadopsinya dalam game. Alurnya, percakapannya, karaktersitik para tokoh … bangsat, seolah hilang gitu aja!

(Gw males ngejelasin yang Minecraft. Lo liat aja sendiri, gw gedeg maininnya. Gw trauma kampret!)
Dari 17 games yang udah diproduksi sama Telltale, rating terbaik masih dipegang sama TWD dan The Wolf Among Us. Sisanya cuman main-main doang, parah!

Berarti dari 17 games dibuat yang bagus cuman … ah, sudahlah!

Mungkin bisa aja dari persoalan ini muncul masalah internal bagi Telltale sendiri yang nggak konsisten dalam membuat maupun merilis game berkualitas. Akhirnya mengeluarkan modal gede cuman buat rugi—bukannya untung.

Imbasnya, game sekeren TWD lenyap gitu aja. Kasian orang-orang yang udah nungguin apalagi para kru yang mengorbankan segalanya untuk memuaskan dahaga penggemar setia Clementine (salah satu utama TWD).

Ciee Pacar Baru The Walking Dead: Season Finale

Ciee yang punya pacar baru akhrinya bisa lanjutin episode yang belum kelar.
Ciee yang punya pacar baru berarti bakalan ada romabakan cerita.
Ciee yang punya pacar baru … bakalan lebih baik atau kebalikannya ya?

Iya, TWD udah punya kepastian sekarang. Setelah putus dari Telltale karena bangkrut, Skybound  Entertainment hadir untuk melepas ke-galau-an baik untuk TWD sendiri ataupun bagi para penggemarnya.

Hal ini bisa diintip lewat twitter resmi mereka (@SkyboundGame) yang mengatakan bahwa Skybound seneng banget bisa nerima dan ngelanjutin TWD. Namun, belum tau kapan penggarapan itu berlanjut yang jelas ada kepastian bahwa TWD nggak digantungin lagi, eaa! (ini bukan lagu CJR).

Secara historis, Skybound merupakan perusahaan hiburan yang fokus dalam merilis komik. Fakta menarik, sumpah ini ngebuat gw senyum lebar bahwa Skybound itu adalah rumah asli dari TWD. Di mana, TWD versi komik muncul pertama kali ya berkat Skybound ini.

Sekarang TWD versi game diambil alih sepenuhnya oleh Skybound. Seolah balikan lagi gitu sama mantan, eaa!

Tetapi jangan seneng dulu, Skybound Entertainment itu baru ngebuka Skybound Game itu pada tahun 2018. Jleb. Masih baru banget!

Boleh, secara komik dan tv series Skybound punya pengalaman yang menjanjikan dan berkualitas, tapi kalo game kan suatu hal baru bagi mereka bahkan sejak awal tahun 2018-an masih fokus sama permainan indie.

Bukannya meremehkan kualitas game indie ataupun Skybound Game yang baru merintis. Tapi TWD game kan udah komersial banget dan nggak main-main dalam penggarapannya. Salah langkah dikit bakal menghancurkan kepercayaan mereka apalagi Skybound Game ini baru ngerintis dalam dunia hiburan game?!

Dilema? Bisa jadi.

Gambling? Mungkin.

Seenggaknya gw seneng masih ada yang mau ngelanjutin kisah TWD daripada nggak ada kepastian sama sekali kayak ‘dia’. Gw berharap langkah ini tepat buat Skybound Game. Nggak sampe di situ aja.
Skybound, please, tutup tahun 2018 gw dengan kesan yang manis karena tahun ini udah terlalu pahit bagi gw (bangsat malah curhat).

Sekian. Sampai bertemu pada artikel selanjutnya!

Ditulis oleh Kontributor Molor.


Sabtu, 06 Oktober 2018

Oktober 06, 2018

Dilan “Ngehe” 1990: Nostalgia yang Bikin Tergila-gila



(Kumparan.com)

Gini, judulnya udah nge-gas emang. Ngehe itu memiliki makna ‘gila’ tergantung dari orangnya mau menggunakan kata itu dengan aksen seperti apa, semua sesuai kebutuhan masing-masing.

Tetapi, penulis artikel-ekhm-resensi ini akan menggunakan kata ngehe untuk merepresentasikan perasaan setelah membaca novel Dilan 1990 (fakta lain, kalo gue udah baca Dilan sejak tahun 2015 sebelum banyak fangirl yang tergila-gila dengannya dan gue sering mantengin cuitan Mas Pidi Baiq di tahun yang sama via Blackberry) juga nonton filmnya beberapa bulan lalu di sebuah bioskop yang jauh dari hingar bingar perkotaan.

Oke biar gue tekankan, gue nggak benci sama Dilan, malahan menikmati jalannya cerita baik yang ada di novel maupun f-fi-fil-filmnya. Ya, filmnya. Nggak kok, gue nggak terbata-bata cuman mencoba untuk dramatis aja.



Kesan untuk Dilan-ku


Berbicara soal Dilan (versi novel) yang pernah gue baca pada tahun 2015, ambience (anjing gaya bgt gue pakek bahasa asing) oke, suasana yang dirasakan kala itu beda banget sama sekarang mengingat euphoria-nya lebih terasa saat ini. Dari kemarin ke mana aja? (tenang, jangan butthurt karena nggak semua orang begitu).

Gue baca Dilan 1990 karena rekomendasi sahabat gue bernama Gadis yang hingga saat ini kami tetap bersahabat baik. Dia meminjamkan novel Dilan padahal gue bukan penggemar kisah atau cerita ber-JANRA romantis, ya, walaupun nangis waktu nonton A Beautiful Mind hahaha asli film itu bagus banget! Ron Howard menggar—eh bangsat, balik lagi ke Dilan.

Iya, waktu itu gue sempet pengin beli novel Dilan di Gramed tapi entah kenapa kurang tertarik (terlepas dari janra ya!). Di sisi lain gue penasaran sama kisahnya mengingat segelintir kaum hawa di tempat les piano ngomongin Dilan sama Raditya Dika (waktu itu). Untung Gadis peka, dipinjemin deh novel Dilan.

Kesan pertama gue waktu baca novel Dilan 1990 adalah … kagum dan ngehe! Belum pernah seumur hidup gue merasa bersalah karena menilai buku bahkan sebelum dibaca (kala itu, inget KALA ITU!). Kenapa gue berani ngomong kagum dan ngehe? Pertama karena pembawaan Milea dalam kisah Dilan.


Kenapa Milea?


Gue suka penyampaian karakter Milea malu-malu tapi punya hati besar untuk mengungkapkan rasa takutnya. Pintar? Iya, cantik? Jangan ditanya! Milea itu sebenernya primadona di sekolahnya—tapi—dengan rendah hati dia menganggap dirinya biasa aja padahal kalo gue ditempatkan dalam posisi Milea, ya udah, gue manfaatkan kelebihan itu. HAHA! Canda. Milea gemesin kalo di novel (film juga kok).

Ketika semakin berlarut baca novel Dilan, gue ngerasa bahwa Milea ini tipe perempuan yang memiliki pemikiran terbuka banget; buat anak seumurannya. Milea punya kapasitas sebagai pejuang terlepas dari karakternya yang terlihat lemah secara kasat mata. Dalam artian, Milea bisa dengan mudah menjinakan hewan buas yang ada di dalam diri Dilan.

Misalnya melarang Dilan buat bentrok sama sekolah lain. Dilan bucin 1990 sih sebenernya hahaha! Tapi, serius, nggak semua cewek bisa begitu belum lagi Dilan yang dikenal jagoan dan secara biologis cowok kan sosok yang dominan dalam suatu hubungan namun Milea hadir untuk mempertegas bahwa dia berani berargumen juga, salut!

Pembawaan tokoh Milea yang nge-gemesin nggak cuman memberikan warna atau pelengkap kisah Dilan. Milea ya Milea. Dia punya potensi besar yang meronta-ronta di dalam dirinya untuk bisa dilepaskan. Terutama bagaimana cara Milea untuk mempertahankan hubungannya dengan Dilan.
Vanesha adalah Milea

Ketika diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama, gue agak ragu dengan peran Milea diperankan sama Vanesha Prescilla … lagi, gue kembali merasa bersalah. Vanesha ya Milea yang gue kenal waktu baca novel Dilan seperti penguraian gue di atas sebelumnya. Dari sekian banyak adegan di novel yang lebih asyik jika dilihat dan didengar langsung, hal yang paling gue tunggu-tunggu adalah …

Gelak tawa Milea yang kata Dilan (versi novel) terdengar manis. Kesampean! Gelak tawa Milea benar-benar hidup dalam Vanesha. 

Untuk itulah, gue seneng banget kalo ada artis pendatang baru unjuk gigi dalam layar lebar. Jadi nggak monoton, aktor atau aktrisnya itu-itu aja.


Kesan Film dan novel Dilan (Gue skip kesan buat Mas Dilan karena udah jadi rahasia umum)


Jujur baru pertama gue ngeliat sutradara penggarapan film ada dua karena biasanya sutradara cuman satu (sependek yang gue tau sih) di mana Pidi Baiq juga tercatat sebagai sutradara dalam film ini. Ternyata, filmnya berjalan ok bahkan nggak banyak adegan dalam novel yang dibuang. Tapi tetep cliché sih karena percintaannya klasik dan mudah ditebak. Walaupun pakek alur mundur. Overall, gitu sih novelnya dan film DILAN 1990. Tapi tetep gue lebih suka sama pengisahan di novel ketimbang adaptasi filmnya karena  terkesan ngehe.

Gini tambahan kegelisahan gue aja, ketika film yang diagkat dari novel biasanya secara gamblang ada pengembangan cerita dalam alurnya. Misalnya kayak di film The Lord of the Rings: The Return of the King.Peter Jackson sebagai sutradara merubah adegan perang di babak akhir pertahanan terakhir Kerajaan Gondor yang harusnya nggak ada pasukan kematian (berbentuk arwah penasaran) lalu dibuat ‘ada’ oleh sang sutradara. Ya udah, Peter kan yang memimpin penggarapan film akhirnya dia merubah kisah yang udah tertulis di novel karya J. R. R. Tolkien.

Tapi kisah Dilan nggak terlalu mempermasalahkan hal itu mungkin karena Pidi Baiq juga duduk di kursi sutradara ya?

Sebenernya film Dilan ini ringan, seru dan nge-gemesin untuk diikuti. Tapi banyak kaum adam yang cemburu karena gebetan sampe pacarnya tersipu-sipu sama Aa Dilan yang diperankan Iqbal Yuwan … Iqbal Ramadhan.

Kenapa ringan? Karena menawarkan kisah cinta klasik yang cheesy dan ngambil tema anak sekolahan terutama masa-masa SMA di mana banyak kenangan terjadi pada masa itu. Semua orang pasti merasakan pahit dan manisnya berproses di SMA. Dilan memproyeksikan itu dengan baik tapi jujur aja … cheesy, kadang gue geli sama romantisme yang intens mungkin karena gue nggak ngerasain duduk di posisi Dilan jadi cemburu hahaha! Balik lagi, romance not everyone cup of tea, so am I.

Serunya karena Dilan ngambil plot percintaan tahun 90-an yang secara harfiah enak buat diikuti oleh anak zaman kini karena hal baru bagi mereka dan nostalgia bagi orang-orang tua yang nonton Dilan. Tapi gitu, setelah pemutaran film Dilan banyak cowok yang berlagak macam Dilan (puitis maksa, seragam dikeluarin terus ngegulung buku tulis buat ditaroh di saku belakang celana) dan cewek nyari pasangan musti mirip Aa Dilan hahahahaha ngehemaaf julid!

Nge-gemesin karena Dilan itu anak nakal dan Milea cewek lugu yang ngalir ngikutin orang-orang. Tapi mereka saling membenahi dan mencintai di tengah sekelumit konflik yang sering membuat mereka bertengkar. Terlepas dari gombalan Dilan yang puitis dan ngehe!

Gue berani ngomong nge-gemesin karena ada beberapa adegan di film maupun novel Dilan 1990 yang pernah gue rasain. –SPOILER ALERT- tapi gue nggak peduli spoiler, siapa suruh baca resensi gue—canda deng.

Dilan kan nembak Milea secara tertulis—bertanda tangan di atas materai setelah Dilan membacakan komitmen hubungan mereka yang disepakati dua belah pihak. Seolah kayak pengesahan Undang-undang gitu.

Nah, sumpah di sini gue tergelak karena pada tanggal 18 Agustus 2014 gue nembak mantan persis pakek Undang-undang Cinta kayak gitu. Anjing ketawa geli karena inget mantan gue yang terpaksa—malu-malu ikut nambahin butir pasal perjanjian kita. Tapi bedanya gue nggak tanda tangan di atas materai jadi waktu diputusin gue nggak bisa nuntut beda sama Dilan yang bisa nuntut karena ada bukti otentik hahaha ngehe emang! Yah, semoga mantan gue bahagia deh sekarang.


Agak Kecewa


Sebenernya gue agak kecewa sama pembawaan Dilan yang diperankan sama Iqbal Yuwan … Iqbal Ramadhan. Oke, akting dia bagus dan kerasa lah efforts­ dia untuk memerankan Dilan. Tapi gombalan dan keromantisan yang disampaikan masih terkesan kaku dan datar. Nggak seperti yang gue rasain waktu baca novelnya (catatan: gue ngomong gini bukan cemburu sama mas Iqbal).

Terlepas dari itu, Iqbal merupakan aktor yang baik tapi Dilan dia tetep ngehe sih. Gombalan kakunya aja bisa ngebuat hati ribuan cewek meleleh gimana kalo nggak kaku? Oh iya, konotasi kaku di sini berarti jelek ya jadi kayak maksa gitu gombalnya.

CGI mobil waktu mama-nya Dilan nganter Milea keliatan banget dan itu berhasil merusak mood nonton gue sesaat padahal lagi mencoba untuk menikmati film janra romantis. Falcon oh Falcon, Dilan padahal bisa jadi film comeback lo, loh!


Jadi


Jadi, film Dilan belum bisa membuat gue merasa puas. Nggak seperti kisah yang ada di novelnya walaupun penulisannya bener-bener kayak buku diary. Gue belum ngerasa Iqbal itu Dilan beda kasus dengan Vanesha dan Milea. Filmnya punya modal gede terutama untuk menggaet pasarnya (anak muda yang masih labil) tapi gue takut berharap besar sama sekuel karena masalah konsistensi cerita yang takutnya banyak diganti (udah suudzon aja gue).

Pokoknya, Dilan di film belum nampol (kecuali adegan berantemnya) karena yang mendarah daging dalam kisah Dilan adalah gombalan dan ke-ngehe-annya (konotasi ngehe yang ini positif). Kalo masih kaku, ya feel dan ambience­-nya kurang ngenak!


Sekian. Sampai jumpa pada Dilan 1991.


Rating Novel: 4/5

Rating Film: 3/5


*Iqbal Yuwan-syah adalah sahabat penulis resensi ini

Ditulis oleh: Kontributor Molor sodara jauh Lebah Ganteng